[Book Review] Konstantinopel


Pembunuhan Berantai Anggota Konstantinopel

Sumber: goodreads

Judul : Konstantinopel
Penulis : Sugha
Penerbit : Diva Press
Terbit : April, 2015
Jumlah Halaman : 272 halaman
ISBN : 978-602-296-088-1

“... menutupi sebuah aib dengan kejahatan lainnya adalah suatu tindakan yang sangat biadab” – halaman 270.

Ya, novel ini bercerita tentang sebuah tindak kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang sama sekali tidak bisa diduga. Cerita bermula dari kasus tewasnya Ine Wijaya, Caleg terpilih dari PGB. Tewasnya Ine menimbulkan spekulasi yang bermacam-macam, tapi yang terkuat adalah dugaan adanya sabotase politik di belakangnya.

Sedikit terlepas dari kasus tewasnya Ine tersebut, Catur Turangga selaku Waka BIN, mengangkat Putra Bimasakti sebagai asisten barunya. Catur sendiri digambarkan sebagai sosok yang keras dan ambisius, sedangkan Bima adalah seorang pemuda yang cerdas. Hal tersebut dibuktikan dengan “title-nya” sebagai lulusan terbaik STSN.

Singkat cerita, semenjak masuknya Bima menjadi staf BIN –lebih tepatnya asisten Catur, mau tak mau ia pun ikut “terseret” dalam sebuah kasus. Kasus yang mana bermula dari tewasnya Ine Wijaya. Setelah melalui berbagai penyelidikan, maka muncullah satu kesimpulan bahwa kasus yang tengah di tanganinya adalah kasus pembunuhan berantai. Kesimpulan tersebut didapatkan dari adanya bukti bahwa jari kelingking beberapa orang yang telah terbunuh –saat itu, hilang.

Sasaran dari pembunuhan berantai tersebut adalah anggota Konstantinopel yang terdiri dari tujuh orang. Mereka adalah (1) Ine Wijaya, caleg terpilih PGB; (2) Sandra Sienna Dewi, staf administrasi gedung DPR; (3) Roman Abdurrahman, seorang wartawan; (4) Cinta Clarissa, anak Presiden; (5) Januar Tan, pewaris besar perusahaan elektronik Tan –kalau saya tidak salah ingat; (6) Juan Sanjaya, putra sulung Sunnu Sanjaya, Ketua UmumPARAS; dan (7) Felix Marpalele, putra dari pengusaha Relly Marpalele yang tersangkut kasus tunggakan pajak. Mereka bertujuh telah bersahabat sejak menempuh kuliah di Turki.

Di tengah cerita, karena kecerobohan kecilnya Bima dipecat begitu saja oleh Catur. Namun, pemecatan tersebut tak lantas membuatnya berhenti memikirkan kasus yang telah cukup jauh diselidikinya. Oleh karena itu, bermodal keingintahuan akan kebenaran, kenekatan, dan kecerdasan yang dimilikinya, diam-diam Bima pun mengusut sendiri kasus yang memiliki banyak kejanggalan tersebut.

Inti cerita pada novel ini sendiri adalah proses pengusutan kasus pembunuhan berantai itu. Bima di sini ditempatkan sebagai tokoh utama. Untuk setting latar, novel ini menggunakan Kota Jakarta sebagai latar utamanya. Kemudian, untuk alurnya sendiri adalah alur progresif. Latar waktu yang digunakan adalah sepanjang Bulan Juli. Namun, tenang saja meski kelihatannya latar waktunya pendek, namun tempo alurnya tidak berjalan lambat, kok. Jadi, tidak perlu khawatir akan merasa kebosanan.

Saya pribadi menilai bahwa poin plus dari novel ini terletak pada pemilihan tema dan cara penceritaannya. Selain itu, detail pada akhir ceritanya pun tidak bisa tertebak. Tapi, kalau kalian membacanya dengan lebih jeli, kemungkinan untuk membaca bagaimana akhir ceritanya saya pikir bisa-bisa saja tapi mungkin tidak sampai ke detail-detail-nya.

Dari segi penceritaan, saya tidak merasa ada masalah. Walau memang kalau boleh jujur terdapat beberapa part yang menurut saya agak wagu. Tapi lepas dari bagian yang saya anggap aneh tersebut semuanya oke.

Sementara itu, kalau dari segi teknis, ada beberapa kata yang –kalau saya tidak luput dalam mencermatinya, salah penulisan. Misalnya seperti pada halaman 38 paragraf ketiga, di mana kata “mendengarnya” tertulis menjadi “mendengar nya”. Untuk segi sampul sendiri kebetulan saya menyukai desainnya. Sederhana. Tapi cukup mencolok perhatian mata karena warna merah yang digunakannya.

Akhirnya, selamat membaca!

Comments